25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:52 AM WIB

Desakan Rumah Aman Kembali Mencuat

SINGARAJA– Desakan agar pemerintah menyediakan rumah aman, kembali mencuat. Isu tersebut telah bergulir selama bertahun-tahun. Namun tak kunjung terealisasi hingga kini.

 

Usul agar pemerintah memiliki rumah aman sebenarnya sudah terjadi sejak 2014 lalu. Kasus kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak, kerap membuat korbannya trauma. Sehingga korban enggan kembali ke rumah.

 

Hal serupa kini kembali terjadi. Seorang anak perempuan berusia 15 tahun, diduga diperkosa oleh ayah kandungnya. Anak perempuan itu pun tak mungkin dipulangkan ke rumahnya. Karena dalam kondisi psikis yang labil.

 

Alhasil anak perempuan itu kini dititipkan di salah satu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Anak itu dalam pendampingan pekerja sosial dan psikolog.

 

Kasi Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya mengatakan, urgensi rumah aman sangat tinggi. Terutama bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Rumah aman akan menjadi lokasi yang tepat untuk menjaga keselamatan dan kesehatan psikis korban.

 

“Urgensi rumah aman itu besar sekali untuk korban. Jadi kalau sudah ada rumah aman, pengawasan bisa lebih optimal. Kondisi psikisnya juga lebih baik,” kata Sumarjaya.

 

Sumarjaya mengaku cukup banyak korban yang memilih bertahan di Mapolres Buleleng. Mereka bersikeras menginap di polres, karena merasa jiwanya terancam. Hal itu kerap dialami oleh perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

 

Biasanya perempuan korban KDRT menolak kembali ke rumah, karena merasa kondisinya tidak aman di rumah. “Ya memang pernah ada beberapa kali yang menginap di polres. Ada juga yang akhirnya diajak nginap di rumah polwan,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Anak, Ni Made Dwi Priyanti Putri mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan fasilitas tersebut. Saat ini ada beberapa alternatif aset rumah dinas pemerintah daerah yang akan dijadikan lokasi rumah aman.

 

Menurut Dwi saat ini pihaknya tengah menanti proses renovasi dan kesiapan sarana prasarana di fasilitas tersebut. “Sambil menunggu gedungnya siap, kami mulai siapkan SDM juga. Karena di rumah aman harus ada fasilitator, tenaga pendamping, psikolog, termasuk pengamanan juga,” kata Dwi.

 

Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng itu mengaku kebutuhan rumah aman sudah sangat mendesak. Selama ini beberapa korban kekerasan harus dititip di beberapa lokasi. Apabila korban itu anak, biasanya dititip di panti asuhan.

 

“Memang butuh anggaran. Kami harap tahun ini bisa direalisasikan. Karena ini memang sudah dibutuhkan. Apalagi kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih terus terjadi,” demikian Dwi.

 

 

SINGARAJA– Desakan agar pemerintah menyediakan rumah aman, kembali mencuat. Isu tersebut telah bergulir selama bertahun-tahun. Namun tak kunjung terealisasi hingga kini.

 

Usul agar pemerintah memiliki rumah aman sebenarnya sudah terjadi sejak 2014 lalu. Kasus kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak, kerap membuat korbannya trauma. Sehingga korban enggan kembali ke rumah.

 

Hal serupa kini kembali terjadi. Seorang anak perempuan berusia 15 tahun, diduga diperkosa oleh ayah kandungnya. Anak perempuan itu pun tak mungkin dipulangkan ke rumahnya. Karena dalam kondisi psikis yang labil.

 

Alhasil anak perempuan itu kini dititipkan di salah satu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Anak itu dalam pendampingan pekerja sosial dan psikolog.

 

Kasi Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya mengatakan, urgensi rumah aman sangat tinggi. Terutama bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Rumah aman akan menjadi lokasi yang tepat untuk menjaga keselamatan dan kesehatan psikis korban.

 

“Urgensi rumah aman itu besar sekali untuk korban. Jadi kalau sudah ada rumah aman, pengawasan bisa lebih optimal. Kondisi psikisnya juga lebih baik,” kata Sumarjaya.

 

Sumarjaya mengaku cukup banyak korban yang memilih bertahan di Mapolres Buleleng. Mereka bersikeras menginap di polres, karena merasa jiwanya terancam. Hal itu kerap dialami oleh perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

 

Biasanya perempuan korban KDRT menolak kembali ke rumah, karena merasa kondisinya tidak aman di rumah. “Ya memang pernah ada beberapa kali yang menginap di polres. Ada juga yang akhirnya diajak nginap di rumah polwan,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Anak, Ni Made Dwi Priyanti Putri mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan fasilitas tersebut. Saat ini ada beberapa alternatif aset rumah dinas pemerintah daerah yang akan dijadikan lokasi rumah aman.

 

Menurut Dwi saat ini pihaknya tengah menanti proses renovasi dan kesiapan sarana prasarana di fasilitas tersebut. “Sambil menunggu gedungnya siap, kami mulai siapkan SDM juga. Karena di rumah aman harus ada fasilitator, tenaga pendamping, psikolog, termasuk pengamanan juga,” kata Dwi.

 

Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng itu mengaku kebutuhan rumah aman sudah sangat mendesak. Selama ini beberapa korban kekerasan harus dititip di beberapa lokasi. Apabila korban itu anak, biasanya dititip di panti asuhan.

 

“Memang butuh anggaran. Kami harap tahun ini bisa direalisasikan. Karena ini memang sudah dibutuhkan. Apalagi kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih terus terjadi,” demikian Dwi.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/