DENPASAR– Tepat tiga bulan lalu, enam orang tersangka kasus korupsi aset tanah bekas kantor Kejari Tabanan di Jalan Pulau Menjangan, Dauh Peken, Tabanan dijebloskan ke Lapas Kelas IIA Kerobokan. Enam orang itu berinisial IWA, IYM, INS, IKG, PM, dan KD.
Namun, setelah tiga bulan berlalu, berkas mereka rupanya belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Denpasar oleh Kejari Tabanan. Informasinya, jaksa di Kejari Tabanan masih menunggu petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Petunjuk itu dibutuhkan lantaran para tersangka mendadak berubah pikiran setelah ditahan. Mereka tiba-tiba bersedia mengembalikan tanah yang dikuasai selama puluhan tahun. Nah, pengembalian aset oleh para tersangka itulah yang membuat jaksa penyidik berpikir keras tentang kelanjutan kasus ini.
Kasi Intel Kejari Tabanan, I Gusti Ngurah Anom Sukawinata saat dikonfirmasi tak menampik jika jaksa penyidik masih menunggu petunjuk Kejagung. “Atas izin pimpinan, belum lama ini kami sudah melakukan ekspose perkara ini ke Kejagung. Kami masih menunggu petunjuk dari Kejagung,” ujar Anom dikonfirmasi Senin (14/2).
Anom pun tidak bisa memastikan petunjuk dari Kejagung tersebut akan turun. Setali tiga uang, Kasi Penkum Kejati Bali A. Luga Harlianto juga menyatakan petunjuk dari Kejagung RI belum turun. “Yang jelas setelah ada petunjuk pasti secepatnya akan ditidanklanjuti,” kata Luga.
Sementara itu, pantauan Jawa Pos Radar Bali di lapangan secara langsung kemarin, tanah seluas 1.980 meter persegi itu dipasang kawat berduri. Tanah tersebut terletak di seberang Pasar Dauh Pala.
Di atas tanah tampak deretan bangunan beton yang sudah dihancurkan. Di pojok kawat berduri melingkar itu terpampang papan nama setinggi 2,5 meter yang menerangkan tentang penyitaan.
Papan tersebut menyebutkan, berdasar surat penetapan PN Denpasar tanggal 12 Maret 2021, memberikan izin kepada jaksa penyidik untuk melakukan penyitaan barang bukti berupa tanah seluas 1.980 meter persegi berdasar sertifikat hak pakai Nomor 19, Surat Ukur Nomor 362 Tahun 1982.
Sekadar mengingatkan, berdasar penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), akibat pemakaian aset tanpa izin oleh enam tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 14,3 miliar.
Modus para tersangka yakni menempati, mempergunakan, dan menguasai tanah dengan membangun warung dan rumah tinggal. “Tersangka juga membangun kos-kosan di atas tanah aset negara tersebut,” beber Luga.
Dijelaskan lebih lanjut, keenam tersangka disangka melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 15 juncto Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.