DENPASAR – Anak Agung Raka Ayu Pramita Kusuma dinilai terbukti bersalah melakukan penggelapan. Perempuan 35 tahun itu menggelapkan uang perusahaan tempatnya bekerja sebesar Rp 2,5 miliar.
Dalam tuntutannya, JPU I Bagus Putra Gede Agung menyatakan terdakwa Ayu Pramita telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar Pasal 374 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.
“JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anak Agung Raka Ayu Pramita Kusuma dengan pidana penjara selama empat tahun,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto, Kamis kemarin (14/7).
Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa telah menyebabkan saksi pemilik Grand Kesambi Resort and Villa sebesar Rp 2,5 miliar. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya, dan bersikap sopan selama persidangan. Sidang putusan akan dilanjutkan pekan depan.
Sementara itu, saksi korban Susilawati menyebut sejatinya kerugian yang dialami mencapai Rp 3 miliar. Namun yang tercatat berdasar audit sebesar Rp 2,5 miliar. Sedangkan yang Rp 500 juta tidak terlacak lantaran terdakwa mengambil uang tunai langsung ke tempat para travel. “Niat saya baik dan tulus mempekerjakan terdakwa. Tapi, baru dua minggu bekerja dia sudah menggelapkan uang perusahaan,” tutur Susilawati.
Sejak ketahuan menggelapkan uang, Susilawati sejatinya sudah berbaik hati dengan memberikan tempo kepada terdakwa. Namun, terdakwa malah kabur berpindah-pindah tempat. Dia berharap terdakwa diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
“Segala sesuatu yang berhubungan dengan terdakwa tidak ada lagi kaitannya dengan saya secara pribadi maupun perusahaan,” tandasnya.
Sementara itu, JPU Bagus dalam dakwaanya mengungkapkan, terdakwa telah menggunakan uang Grand Kesambi Resort and Villa tanpa seizin pemiliknya.
Terdakwa memakai uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, membayar utang, merenovasi rumah, hingga mengikuti trading forex.
Padahal, uang tersebut adalah milik perusahaan tempatnya bekerja Grand Kesambi Resort and Villa. Walhasil, pihak perusahaan memilih membawa Ayu ke meja hijau. “Uangnya untuk keperluan pribadi, untuk biaya hidup karena suami tidak bekerja,” ujar terdakwa saat menjalani sidang pemeriksaan, 8 Juli lalu.
Hakim I Wayan Suarta yang memimpin sidang kaget dengan penjelasan terdakwa. “Itu mewah sekali kalau setahun sampai habis Rp 2 miliar,” cetus hakim Suarta.
Hakim lantas mengejar uang dipakai apa saja selain dipakai untuk keperluan sehari-hari. “Jangan-jangan kamu ikut trading forex, ya?” cecar hakim. Terdakwa akhirnya mengangguk dan mengakui ikut trading forex. “Nah, jangan-jangan kamu ini anak buahnya Indra Kenz (afiliator trading Binomo). Itu uang orang kamu pakai seenaknya,” ucap hakim dengan nada meninggi. Terdakwa hanya menunduk mendengar nasihat hakim.
Terdakwa bekerja sebagai chief accounting sejak 25 September 2018. Terdakwa memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menginput ketersediaan kamar vila, mengatur dan mengecek uang yang masuk maupun keluar di perusahaan, mengecek tagihan tamu yang masuk melalui travel, serta menyetorkan hasil usaha ke perusahaan. “Terdakwa mendapatkan gaji atau upah sebesar Rp 5 juta,” terang JPU.
Pada November 2019, saksi Susilawati sebagai owner menemukan kejanggalan terkait dengan tagihan travel yang dibuat dan diajukan oleh terdakwa.
Saksi Susilawati memerintahkan Ni Made Yeni Astuti dan Maggie Adi Liwijaya melakukan pengecekan ke Travel Asia Tour dan PT Gajah Bali. Dari pengecekan itu ternyata pembayaran sudah dilakukan oleh pihak travel dengan bukti kuitansi pembayaran yang diterima dari Oktober 2018 – November 2019.
Namun, pembayaran itu tidak dilaporkan serta tidak disetorkan ke perusahaan. Pada 16 Oktober 2018, terdakwa menerima uang pembayaran dari travel Asia Tour berupa uang dollar sebesar USD 20 ribu dan menerima cek BCA sebesar Rp 18,6 juta.
Pada Desember 2018 – November 2019, terdakwa menerima uang pembayaran dari PT Gajah Bali berupa uang dollar dengan total sebesar USD 161.550.
Pada 27 Februari 2019, terdakwa menerima uang pembayaran dari PT Gajah Bali secara tunai sebesar Rp 1,8 juta dan 13 November 2019 menerima pembayaran Rp 7,1 juta.
Saksi Susilawati kemudian memanggil terdakwa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Terdakwa mengakui jika uang yang tidak disetorkan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa, seperti membayar utang milik adik terdakwa. Uang juga dipakai merenovasi rumah,” beber JPU.
Pada 15 Februari 2020, terdakwa menyetorkan uang sejumlah USD 4 ribu ke Grand Kesambi Resort and Villa. Sedangkan sisanya tidak dapat dikembalikan.
Pada 10 Maret 2020, terdakwa membuat surat pernyataan akan membayar semua kerugian yang dialami oleh Grand Kesambi Resort and Vila. Namun tidak pernah diselesaikan sampai sekarang. Setelah diaudit diketahui kerugian perusahaan sebesar Rp 2,5 miliar. (san)