25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 2:42 AM WIB

Tak Bisa Kabur Karena Takut dan Tak Punya Uang

Dua asisten rumah tangga korban penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan majikan dan satpam rumah di kawasan Gianyar, hingga kini masih menjalani perawatan di RS.

 

Eka Febriyanti, 21, masih menjalani perawatan di RS Trijata Polda Bali, sedangkan Santi Yuni Astuti menjalani rawat jalan dan konseling.

 

MARCELL PAMPUR, Denpasar

  

Sejak terbongkarnya kasus kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan dua tersangka, yakni  Desak Made Wiratningsih, 36, (majikan) dan Kadek Erik Diantara, 21,(satpam rumah), dua asisten rumah tangga (ART) asal Kalisat, Jember, Jawa Timur dan masih memiliki hubungan kakak dan adik tiri juga masih mengaku trauma.

 

Tubuh keduanya juga masih terlihat banyak luka kekerasan.

 

Di tengah masa pemulihan dan perawatan, kedua ART berbadan kurus itu mengaku bahwa selama berbulan-bulan bekerja di rumah tersangka sering mendapat perlakukan semena-mena.

 

Penyiksaan itu kerap diterima keduanya jika melakukan kesalahan dalam bekerja. Bahkan untuk kesalah kecil pun, mereka akan dihukum dengan cara yang sadis.

 

Dibakar, disiram air panas, ditonjok dan dijambak.

 

Penyiksaan keji ini telah berlangsung sejak bulan Agustus 2018 lalu, saat keduanya mulai bekerja sebagai ART.

 

Namun, meski mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari Desak Made Wiratningsih, kedua korban tidak pernah bisa kabur atau melarikan diri dari rumah majikannya itu.

 

Seperti dibenarkan Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan, di Polda Bali, Jumat sore (17/5).

 

Menurut Andi Fairan, dari hasil pemeriksaan kepolisian Polda Bali, terungkap jika kedua korban kakak beradik ini memang takut untuk kabur.

 

Ketakutan itu, kata Andi muncul lantaran sang majikan dikenal sebagai orang berada dan disegani dengan sejumlah tindakan keji.

 “Kedua korban mengaku takut karena tuan rumahnya itu orang yang disegani dan berada,” kata

 

Selain karena takut, kedua korban juga tidak bisa kabur jauh lantaran tidak memiliki uang sama sekali. 

 

Pasalnya sejak bekerja di tempat pelaku, keduanya tidak pernah diberi gaji. Padahal saat merekrut kedua korban untuk bekerja, pelaku Desak Made Wiratningsih berjanji akan memberikan gaji 1 juta per bulannya. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal.

“Keduanya tidak bisa melarikan diri karena tidak mempunyai uang juga.  Apalagi penyiksaan dan karena takut.   Kedua korban diberi tidur di kamar yang layak, tetapi kerap disiksa jika berbuat salah. Gaji pun tidak dibayar hingga saat ini,” terang Fairan.

  

Dengan berbagai alasan, pelaku tidak pernah membayar gaji para korban. Alasannya mulai dari jika korban melakukan kesalah, hingga menggantikan piring atau gelas pecah.

“Banyak alasannya. Kalau bikin kesalahan, maka ibu Desak ini bipang potong gaji. Tapi tetap saja gaji tidak diberikan,” tandas perwira dengan melati tiga di pundak ini.

Dua asisten rumah tangga korban penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan majikan dan satpam rumah di kawasan Gianyar, hingga kini masih menjalani perawatan di RS.

 

Eka Febriyanti, 21, masih menjalani perawatan di RS Trijata Polda Bali, sedangkan Santi Yuni Astuti menjalani rawat jalan dan konseling.

 

MARCELL PAMPUR, Denpasar

  

Sejak terbongkarnya kasus kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan dua tersangka, yakni  Desak Made Wiratningsih, 36, (majikan) dan Kadek Erik Diantara, 21,(satpam rumah), dua asisten rumah tangga (ART) asal Kalisat, Jember, Jawa Timur dan masih memiliki hubungan kakak dan adik tiri juga masih mengaku trauma.

 

Tubuh keduanya juga masih terlihat banyak luka kekerasan.

 

Di tengah masa pemulihan dan perawatan, kedua ART berbadan kurus itu mengaku bahwa selama berbulan-bulan bekerja di rumah tersangka sering mendapat perlakukan semena-mena.

 

Penyiksaan itu kerap diterima keduanya jika melakukan kesalahan dalam bekerja. Bahkan untuk kesalah kecil pun, mereka akan dihukum dengan cara yang sadis.

 

Dibakar, disiram air panas, ditonjok dan dijambak.

 

Penyiksaan keji ini telah berlangsung sejak bulan Agustus 2018 lalu, saat keduanya mulai bekerja sebagai ART.

 

Namun, meski mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari Desak Made Wiratningsih, kedua korban tidak pernah bisa kabur atau melarikan diri dari rumah majikannya itu.

 

Seperti dibenarkan Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan, di Polda Bali, Jumat sore (17/5).

 

Menurut Andi Fairan, dari hasil pemeriksaan kepolisian Polda Bali, terungkap jika kedua korban kakak beradik ini memang takut untuk kabur.

 

Ketakutan itu, kata Andi muncul lantaran sang majikan dikenal sebagai orang berada dan disegani dengan sejumlah tindakan keji.

 “Kedua korban mengaku takut karena tuan rumahnya itu orang yang disegani dan berada,” kata

 

Selain karena takut, kedua korban juga tidak bisa kabur jauh lantaran tidak memiliki uang sama sekali. 

 

Pasalnya sejak bekerja di tempat pelaku, keduanya tidak pernah diberi gaji. Padahal saat merekrut kedua korban untuk bekerja, pelaku Desak Made Wiratningsih berjanji akan memberikan gaji 1 juta per bulannya. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal.

“Keduanya tidak bisa melarikan diri karena tidak mempunyai uang juga.  Apalagi penyiksaan dan karena takut.   Kedua korban diberi tidur di kamar yang layak, tetapi kerap disiksa jika berbuat salah. Gaji pun tidak dibayar hingga saat ini,” terang Fairan.

  

Dengan berbagai alasan, pelaku tidak pernah membayar gaji para korban. Alasannya mulai dari jika korban melakukan kesalah, hingga menggantikan piring atau gelas pecah.

“Banyak alasannya. Kalau bikin kesalahan, maka ibu Desak ini bipang potong gaji. Tapi tetap saja gaji tidak diberikan,” tandas perwira dengan melati tiga di pundak ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/