Longsor yang terjadi di Perumahan Gang Taman Beji, di Banjar Sakah menjadi perhatian masyarakat setempat.
Selama evakuasi berlangsung dari pukul 08.00 hingga pukul 13.30 kemarin, warga berdatangan karena penasaran.
Banyak warga yang menyayangkan kenapa keluarga itu nekat membeli rumah di pinggir jurang. Apa yang terjadi sebenarnya?
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
WARGA yang penasaran dengan cerita rumah amblas ke jurang langsung memadati lokasi kejadian kemarin. Warga tidak saja menonton dari lokasi perumahan.
Ada pula yang menonton dari seberang sungai, yaitu dari timur lokasi longsor. Di seberang sungai merupakan desa Ketewel Kecamatan Sukawati.
Warga setempat sudah banyak yang mengetahui jika rumah tersebut berbahaya. “Itu sudah beberapa kali diuruk,
lalu dijual,” ujar salah satu warga Banjar Sasih yang juga pengacara kondang, Wayan Koplogantara, yang hadir saat evakuasi kemarin.
Tetangganya bahkan sudah sempat memperingati untuk tidak membeli rumah tersebut. Bahkan, ketika korban selamat itu masih syok, ada seorang tetangganya yang mendatangi.
“Dulu rumah sudah mau jebol, di bawahnya bahaya. Kok mau beli,” ujar tetangga perempuan itu yang ngomel-ngomel dihadapan korban selamat.
Ketika rumah dengan luas tanah berukuran kurang lebih 10×15 meter itu direnovasi, maka keluarga korban membelinya.
Sang nenek yang selamat dari musibah itu, Ni Nyoman Martini, 53, tidak menyangka akan terjadi seperti itu.
Ketika ada tetangga dan beberapa kerabat datang melihat lalu menyatakan kondisi pondasi rumah, Martani hanya pasrah dan tidak bisa berkata apa-apa.
Martani mengaku putrinya menempati rumah itu bersama suami dan tiga anaknya pada Mei 2017 lalu.
“Dulu kami mengontrak dekat Balai Banjar Sasih. Setelah itu, baru beli di sini,” ujar Martini yang kesehariannya ngempu tiga anak korban.
Diakui, beberapa kali gempa yang terjadi memang sempat membuat rumah tersebut goyang keras. Akan tetapi, goyangan gempa tidak sampai membuat rumahnya itu berdampak.
Martani menceritakan, sebelum musibah itu datang, malam harinya dia tidur bersama anak kedua korban yang merupakan cucunya, I Made Adin Ragita Paguna, 3.
“Tadi malam cucu saya itu tidur sama saya. Tapi semalaman dia gelisah,” kenang Martani. Selain gelisah, anak kedua korban juga tidak bisa tidur.
“Saat saya ajak tidur, terus menangis,” ujarnya. Setelah berusaha dinina bobokan, akhirnya si anak itu tertidur pulas. Hingga akhirnya, di pagi harinya, musibah tersebut datang menghampiri. “Saya nggak tahu, gimana nasibnya ini,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut, Martani telah mengontak suaminya yang berada di Lombok untuk ke Bali. Untuk diketahui, keluarga ini memang lahir dan merantau di Mataram.
Kemudian, korban laki-laki, Made Oktara Dwi Paguna, 30, bekerja di Bank BRI, sedangkan istrinya Ni Made Lintang Ayu Widmerti, 31, bekerja di Kimia Farma.
Anak pertamanya, Ni Putu Dewa Via Lakasari, 6, duduk di bangku TK di Renon. Dan dua anak lainnya, I Made Adin Radita Paguna, 3, dan I Nyoman Adli Anggara Paguna, 2, belum sekolah. (*)