Seniman di Buleleng tengah terhimpit. Pada masa pandemi, panggung kesenian sangat terbatas. Salah satu harapan ialah panggung kesenian pada Pesta Kesenian Bali (PKB).
Sayangnya anggaran yang terbatas, memaksa jumlah anggaran yang cekak memaksa pemerintah memangkas jumlah seniman yang terlibat.
EKA PRASETYA, Singaraja
PESTA Kesenian Bali ke-43 tinggal menghitung hari. Pesta kesenian yang menghadirkan para seniman dari seantero Bali itu, rencananya akan dihelat pada medio Juni mendatang di Taman Budaya Bali.
Para seniman dari Buleleng pun mulai bersiap. Salah satunya adalah Sanggar Tripitaka Desa Munduk, Kecamatan Banjar.
Sanggar ini merupakan bentukan seniman karawitan asal Desa Munduk, I Made Terip. Rencananya Sanggar Tripitika akan menjadi duta Kabupaten Buleleng untuk cabang kesenian Gong Kebyar Dewasa pada PKB nanti.
Sanggar ini sejatinya sudah mempersiapkan diri sejak awal tahun 2020 lalu. Ketika itu mereka telah bersiap membuat garapan karawitan dan tari.
Namun, pada Maret, pandemi melanda. PKB urung terlaksana. Proses garapan juga turut tertunda. Baru pada akhir April lalu mereka mendapat kepastian bahwa PKB akan kembali dilaksanakan.
Proses pembinaan pun kembali bergulir. Total ada tiga buah garapan yang sudah tuntas. Yakni Tari Sang Hyang Kebyar, Tari Bala Weka yang mengambil nafas dari kesenian tari baris, serta tabuh kreasi berjudul Tabuh Kutus Dandang Kedis.
“Tempo hari dari Dinas Kebudayaan sudah sempat memberikan pembinaan. Kami pada prinsipnya siap saja kalau ditunjuk sebagai duta,” kata Made Terip, pimpinan Sanggar Tripitika.
Pelaksanaan PKB tahun ini memang serba terbatas. Terutama dari sisi anggaran. Dinas Kebudayaan Buleleng hanya memiliki anggaran sebanyak Rp 500 juta untuk ikut serta pada ajang tersebut.
Alhasil keterlibatan para seniman harus dikepras habis. Disbud memutuskan hanya ikut serta dalam lima cabang kesenian.
Masing-masing adalah Gong Kebyar Dewasa, Gong Kebyar Anak, Gong Kebyar Wanita, Lomba Baleganjur, dan Pagelaran seni klasik Wayang Wong.
Khusus pagelaran gong kebyar dan lomba baleganjur dibiayai lewat APBD Buleleng. Sedangkang pagelaran Wayang Wong dibiayai APBD Bali.
Untuk gong kebyar, masing-masing sekaa hanya akan menerima bantuan senilai Rp 150 juta. Itu pun masih harus dipotong pajak.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 195 juta per sekaa. Sedangkan baleganjur, akan mendapatkan dana sebanyak Rp 50 juta.
“Karena anggarannya terbatas. Jadi hanya bisa segitu yang kami ikuti di PKB tahun ini,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Gede Dody Sukam Oktiva Askara.
Dody mengaku pihaknya fokus pada partisipasi kesenian gong kebyar. Pertimbangannya sederhana saja. Gong kebyar lahir di Buleleng.
Sehingga pantang bagi Buleleng tidak ikut serta pada cabang kesenian ini. Meski dengan anggaran yang terbatas, Buleleng memilih tetap maju pada gong kebyar dewasa, anak-anak, maupun wanita.
Nantinya masing-masing sekaa diwajibkan memboyong gong pacek ke arena pementasan. “Karena itu identitas Buleleng.
Harus pakai gong pacek. Sengaja kami fokus di gong kebyar. Karena lahirnya di Buleleng. Tentu tidak patut kalau tanah kelahiran gong kebyar tidak ikut dalam parade,” ujarnya.
Rencananya seluruh pementasan pada PKB akan dilaksanakan bulan Juni hingga Juli mendatang. Seluruh sekaa tetap datang ke Taman Budaya Bali untuk pengambilan video.
Selanjutnya video akan ditayangkan di internet, sehingga dapat diakses masyarakat luas. Disbud Buleleng telah menunjuk lima sanggar untuk terlibat dalam PKB.
Yakni Sanggar Seni Tripitika yang mewakili kesenian gong kebyar dewasa, Sekaa Gong Banda Sawitra Desa Kedis mewakili kesenian gong kebyar wanita,
Sekaa Gong Julung Wangi Desa Bondalem yang hadir pada kesenian sekaa gong kebyar anak-anak, Sanggar Seni Anglocita Swara Kelurahan Penarukan yang turut serta dalam lomba baleganjur,
serta Sanggar Seni Wayang Wong Guna Murti Desa Tejakula yang mengikuti pementasan pagelaran klasik. (*)