29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:38 AM WIB

Belajar dari Sang Kakek, Wariskan Kalender Bali Hingga Tahun 2100

Salah satu penyusun kalender Bali, Bangbang Gde Wisma tutup usia Sabtu (11/1) lalu di rumahnya di Banjar Cemenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati.

Upacara penguburan bakal digelar Sabtu mendatang (18/1). Almarhum diketahui mewariskan kalender hingga tahun 2100.

 

INDRA PRASETIA, Gianyar

PUTRA keempat almarhum, I Ketut Bangbang Sparsadnyana mengatakan, ayahnya yang berusia 85 tahun lama menderita sakit.

Sejak dua tahun lalu, penyusun kalender Bali ini sudah tidak bisa melihat. “Sejak tidak bisa melihat itu bapak frustasi. Selain itu bapak juga sering kesulitan makan, beberapa kali juga harus opname,” terang Bangbang Sparsadnyana.

Lama menahan sakit, akhirnya Bangbang Gde Wisma menghembuskan nafas terakhir saat tidur di rumah pada Sabtu malam sekitar pukul 20.30.

Usai diketahui meninggal, almarhum sempat dilarikan ke rumah sakit Ari Canti Mas Ubud. “Di rumah sakit bapak langsung dipastikan sudah meninggal,” terangnya.

Hingga saat ini jasadnya masih di rumah sakit. Jenazah belum bisa dipulangkan ke rumah duka karena sedang ada upacara di Pura Dalem Cemenggaon.

“Lagi ada odalan di pura. Sehingga belum bisa melakukan prosesi penguburan, dan upacara penguburan diputuskan Sabtu mendatang,” ungkapnya.

Pada Sabtu depan almarhum akan dilakukan penguburan biasa di setra adat setempat. Tanpa ada prosesi palebon khusus.

“Sesuai peraturan adat di Cemenggaon tidak boleh ngaben selain mangku kahyangan dan mangku manca,” terangnya.

Almarhum meninggalkan tujuh orang anak dan 16 cucu. Dikatakan sebelum meninggal almarhum sempat berpesan agar seluruh keluarga tetap rukun saling mengasihi.

“Pesan yang selalu disampaikan, agar keluarga selalu bersatu, harus saling menghormati karena keluarga tidak akan pernah putus,” pungkasnya.

Bangbang Sparsadnyana mengisahkan, kemampuan membuat kalender pertama kali didapat dari kakeknya, Wayan Bangbang Gede Geriya.

Kakeknya sempat menjadi pembantu di Griya. Saat itu penguasaan wariga dan dewasa ayu belum tertuang dalam kalender.

“Ketika akan mencari hari baik, masih harus buka catatan yang tebal,” ungkapnya. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan sang kakek secara otomatis diturunkan kepada anaknya yakni Bangbang Gde Wisma.

Melalui generasi yang kedua inilah, segala pengetahuan tentang wariga ini dikukuhkan dalam bentuk kalender.

Namun hal tersebut bukan berdasarkan keinginan Bangbang Gde Wisma, melainkan karena desakan keluarga dan saudara terdekat.

Mengkonsep satu tahun kalender, Bangbang Gde Wisma cukup menghabiskan waktunya beberapa hari saja.

“Dulu, bapak punya banyak waktu untuk memikirkan rumus-rumus kalender ini. Sehingga dalam sebulan, bisa mengkonsep 2 tahun kalender,” terangnya.

Kini, rumusan kelander sudah dirancang sampai tahun 2100 mendatang. “Karena bapak bekerja sesuai keinginannya. Kalau sudah dirasa cukup, ya bapak istirahat,” pungkasnya. (*)

Salah satu penyusun kalender Bali, Bangbang Gde Wisma tutup usia Sabtu (11/1) lalu di rumahnya di Banjar Cemenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati.

Upacara penguburan bakal digelar Sabtu mendatang (18/1). Almarhum diketahui mewariskan kalender hingga tahun 2100.

 

INDRA PRASETIA, Gianyar

PUTRA keempat almarhum, I Ketut Bangbang Sparsadnyana mengatakan, ayahnya yang berusia 85 tahun lama menderita sakit.

Sejak dua tahun lalu, penyusun kalender Bali ini sudah tidak bisa melihat. “Sejak tidak bisa melihat itu bapak frustasi. Selain itu bapak juga sering kesulitan makan, beberapa kali juga harus opname,” terang Bangbang Sparsadnyana.

Lama menahan sakit, akhirnya Bangbang Gde Wisma menghembuskan nafas terakhir saat tidur di rumah pada Sabtu malam sekitar pukul 20.30.

Usai diketahui meninggal, almarhum sempat dilarikan ke rumah sakit Ari Canti Mas Ubud. “Di rumah sakit bapak langsung dipastikan sudah meninggal,” terangnya.

Hingga saat ini jasadnya masih di rumah sakit. Jenazah belum bisa dipulangkan ke rumah duka karena sedang ada upacara di Pura Dalem Cemenggaon.

“Lagi ada odalan di pura. Sehingga belum bisa melakukan prosesi penguburan, dan upacara penguburan diputuskan Sabtu mendatang,” ungkapnya.

Pada Sabtu depan almarhum akan dilakukan penguburan biasa di setra adat setempat. Tanpa ada prosesi palebon khusus.

“Sesuai peraturan adat di Cemenggaon tidak boleh ngaben selain mangku kahyangan dan mangku manca,” terangnya.

Almarhum meninggalkan tujuh orang anak dan 16 cucu. Dikatakan sebelum meninggal almarhum sempat berpesan agar seluruh keluarga tetap rukun saling mengasihi.

“Pesan yang selalu disampaikan, agar keluarga selalu bersatu, harus saling menghormati karena keluarga tidak akan pernah putus,” pungkasnya.

Bangbang Sparsadnyana mengisahkan, kemampuan membuat kalender pertama kali didapat dari kakeknya, Wayan Bangbang Gede Geriya.

Kakeknya sempat menjadi pembantu di Griya. Saat itu penguasaan wariga dan dewasa ayu belum tertuang dalam kalender.

“Ketika akan mencari hari baik, masih harus buka catatan yang tebal,” ungkapnya. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan sang kakek secara otomatis diturunkan kepada anaknya yakni Bangbang Gde Wisma.

Melalui generasi yang kedua inilah, segala pengetahuan tentang wariga ini dikukuhkan dalam bentuk kalender.

Namun hal tersebut bukan berdasarkan keinginan Bangbang Gde Wisma, melainkan karena desakan keluarga dan saudara terdekat.

Mengkonsep satu tahun kalender, Bangbang Gde Wisma cukup menghabiskan waktunya beberapa hari saja.

“Dulu, bapak punya banyak waktu untuk memikirkan rumus-rumus kalender ini. Sehingga dalam sebulan, bisa mengkonsep 2 tahun kalender,” terangnya.

Kini, rumusan kelander sudah dirancang sampai tahun 2100 mendatang. “Karena bapak bekerja sesuai keinginannya. Kalau sudah dirasa cukup, ya bapak istirahat,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/