GEROKGAK – Kemarau panjang yang berlangsung selama tiga bulan terakhir membuat sejumlah aliran sungai di Buleleng Barat kering kerontang.
Kekeringan aliran sungai cukup parah berada di wilayah Buleleng Barat. Dampaknya pun berpengaruh terhadap keberlangsungan saluran air untuk irigasi subak pertanian.
Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng ada sekitar 23 sungai (tukad) mengalami penyusutan air dan sudah mengering di kecamatan Gerokgak.
Sementara berupa pangkung (sungai kecil) sebanyak 6 aliran yang sudah tak airnya. Sedangkan di Seririt ada dua tukad yang berada di desa Banjarasem, Serirt.
Yakni Tukad Banyuraras dan Tukad Gemgem. Kepala Dinas PUPR Buleleng Ketut Suparta Wjaya mengaku setiap musim kemarau tiba di mana-mana aliran sungai selalu surut debit air sungai.
Bahkan, juga permukaan air bawah tanah yang mengecil. Hal ini sudah terjadi setiap tahunnya di Buleleng. Terutama dampak paling terasa berada di kecamatan Gerokgak.
Sebenarnya bukan hanya sungai berada di wilayah Kecamatan Gerokgak air mulai kekeringan. Tapi, juga wilayah kecamatan lainnya. Seperti Seririt, Sawan, Kubutambahan, Buleleng, Tejakula juga mengalami hal sama.
Surutnya air sungai sampai kering tidak bisa dijadikan andalan petani untuk menanam padi. Maka petani harus beralih untuk bercocok tanaman lainnnya. Seperti jagung, kacang-kacangan dan lainnya.
“Sejauh ini kami temukan jarang ada petani yang memaksakan mengolah dan menanaminya dengan padi disaat musim kemarau,” ungkap Suparta Wijaya.
Sementara itu musim kemarau yang melanda wilayah Buleleng barat dalam beberapa bulan ke depan ternyata berdampak pada kehidupan para petani dalam mengolah lahan pertanian mereka.
Di Kecamatan Gerokgak sejumlah petani mulai menanam tanaman kacang tanah yang biasanya lahan pertanian mereka yang ditanami padi.
Kondisi kusulitan air membuat harus berubah haluan tanam kacang tanah. Salah seorang petani di kecamatan Gerokgak Nengah Sukendiya mengatakan,
saat ini dirinya mulai menanam kacang tanah seiring dengan musim kemarau belakangan ini yang terjadi.
Kesulitan air membuat petani di desa tidak menanam padi. Sehingga petani beralih tanaman jagung atau tanaman palawija jenis lainnya.
Menurut Sukendiya, menanam kacang tanah tidak perlu banyak air. Tapi, jika areal sawah ditanami tanaman padi, itu akan merugi.
“Karena itu, lebih baik tanaman kacang yang tidak banyak butuh air, sekaligus menunggu musim hujan,” tutur warga asal Desa Gerokgak, Gerokgak Buleleng.
Meski tanam kacang tanah hasilnya tidak sebanding tanam padi, tapi hasil dari tanam kacang tanah di musim kemarau dapat dijadikan tambahan modal penanaman padi saat musim hujan tiba nantinya.
“Untuk mengairi lahan yang ditanami kacang tanah kami mengadalkan air bawah tanah dengan bantuan mesin pompa air,” pungkasnya.