28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:13 AM WIB

Dewan Buleleng Beri Sinyal Tolak Rencana Pencabutan Perda Jalur Hijau

SINGARAJA – DPRD Buleleng memberi sinyal penolakan pada rencana pencabutan Perda Jalur Hijau, yang diajukan Pemkab Buleleng. 

Alasannya, pencabutan perda itu berpotensi menyebabkan alih fungsi pada jalur hijau, makin tak terkendali.

Hingga Senin (17/9), dewan menyatakan belum sepakat dengan pencabutan itu.

Bahkan dalam rapat antara Pansus Jalur Hijau dengan Gabungan Komisi, sejumlah anggota dewan justru meminta pemerintah memperbaharui aturan yang ada. 

Pencabutan peraturan, dinilai hanya menyebabkan kekosongan hukum.

Wakil Ketua DPRD Buleleng, Ketut Susila Umbara mengatakan, lembaga dewan masih menghawatirkan dampak yang timbul bila perda itu dicabut. 

“Khawatirnya akan terjadi alih fungsi yang kebablasan. 

Sementara undang-undang mewajibkan 30 persen dari luas wilayah, jadi jalur hijau,” kata Susila.

Susila tak menampik bahwa konsideran yang dijadikan dasar pertimbangan Perda Jalur Hijau yang kini dimiliki Pemkab Buleleng, sudah tak relevan lagi.

Sebab sudah banyak dasar hukum yang mengalami pembaruan. 

Namun hal itu dianggap tak bisa dijadikan dasar untuk mencabut perda.

Politisi Partai Golkar, itu menyatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas mengatur, pergantian aturan agar tak menimbulkan kekosongan hukum. 

“Lebih baik diganti saja, bukan dicabut. 

Kalau dicabut, justru pembangunan di jalur hijau makin tidak terkendali. 

Makin kebablasan,” tegasnya.

Ia menyarankan pemerintah sebaiknya fokus menyusun Ranperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). 

Sebab, sejak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disahkan pada tahun 2013 lalu, Pemkab Buleleng tak kunjung memiliki Perda RDTR.

Menurutnya Ranperda RDTR bisa mengatur secara rinci zonasi sebuah wilayah. 

“Di dalam RDTR itu sudah bisa diatur dimana zona perumahan, yang mana untuk industri, disini untuk kesucian pura, jalur hijau juga diatur di dalamnya. 

Lebih bagus RDTR dulu selesaikan. Baru disana dinyatakan dengan sendirinya Perda Jalur Hijau itu tidak berlaku,” tukasnya.

Diketahui, di Kabupaten Buleleng saat ini terdapat 61 titik jalur hijau. 

Namun 56 titik diantaranya sudah tidak relevan, karena terdesak pemukiman. 

Kelima titik itu berada di Kecamatan Sukasada dan berstatus kawasan lindung.

Kawasan jalur hijau di Buleleng memang makin terdesak. 

Padahal jalur hijau sangat penting untuk mencegah longsor dan erosi, serta melindungi kawasan suci dan sumber mata air. 

SINGARAJA – DPRD Buleleng memberi sinyal penolakan pada rencana pencabutan Perda Jalur Hijau, yang diajukan Pemkab Buleleng. 

Alasannya, pencabutan perda itu berpotensi menyebabkan alih fungsi pada jalur hijau, makin tak terkendali.

Hingga Senin (17/9), dewan menyatakan belum sepakat dengan pencabutan itu.

Bahkan dalam rapat antara Pansus Jalur Hijau dengan Gabungan Komisi, sejumlah anggota dewan justru meminta pemerintah memperbaharui aturan yang ada. 

Pencabutan peraturan, dinilai hanya menyebabkan kekosongan hukum.

Wakil Ketua DPRD Buleleng, Ketut Susila Umbara mengatakan, lembaga dewan masih menghawatirkan dampak yang timbul bila perda itu dicabut. 

“Khawatirnya akan terjadi alih fungsi yang kebablasan. 

Sementara undang-undang mewajibkan 30 persen dari luas wilayah, jadi jalur hijau,” kata Susila.

Susila tak menampik bahwa konsideran yang dijadikan dasar pertimbangan Perda Jalur Hijau yang kini dimiliki Pemkab Buleleng, sudah tak relevan lagi.

Sebab sudah banyak dasar hukum yang mengalami pembaruan. 

Namun hal itu dianggap tak bisa dijadikan dasar untuk mencabut perda.

Politisi Partai Golkar, itu menyatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara tegas mengatur, pergantian aturan agar tak menimbulkan kekosongan hukum. 

“Lebih baik diganti saja, bukan dicabut. 

Kalau dicabut, justru pembangunan di jalur hijau makin tidak terkendali. 

Makin kebablasan,” tegasnya.

Ia menyarankan pemerintah sebaiknya fokus menyusun Ranperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). 

Sebab, sejak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disahkan pada tahun 2013 lalu, Pemkab Buleleng tak kunjung memiliki Perda RDTR.

Menurutnya Ranperda RDTR bisa mengatur secara rinci zonasi sebuah wilayah. 

“Di dalam RDTR itu sudah bisa diatur dimana zona perumahan, yang mana untuk industri, disini untuk kesucian pura, jalur hijau juga diatur di dalamnya. 

Lebih bagus RDTR dulu selesaikan. Baru disana dinyatakan dengan sendirinya Perda Jalur Hijau itu tidak berlaku,” tukasnya.

Diketahui, di Kabupaten Buleleng saat ini terdapat 61 titik jalur hijau. 

Namun 56 titik diantaranya sudah tidak relevan, karena terdesak pemukiman. 

Kelima titik itu berada di Kecamatan Sukasada dan berstatus kawasan lindung.

Kawasan jalur hijau di Buleleng memang makin terdesak. 

Padahal jalur hijau sangat penting untuk mencegah longsor dan erosi, serta melindungi kawasan suci dan sumber mata air. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/